Pengalaman yang menarik, dan tentunya tak akan terlupakan. Hari Minggu, 4 Desember 2016 siang, saya bergegas menuju Brebes, tepatnya ke SMK Wicaksana Al Hikmah, Sirampog. Naik motor, sendirian, dengan bantuan navigator google maps yang terpasang di stang motor.

Saya tidak menyalakan navigator sampai saya benar-benar merasa saya tidak tau jalannya. Yaitu setelah melewati Dermaji, dan beberapa kilometer setelahnya. Jalan yang menuju Brebes saya tak tahu. Nah, sebelum memasuki hutan (baca; pegunungan), barulah saya nyalakan.

Pergi ke suatu tempat dengan memanfaatkan navigator GPS mungkin bukan sekali atau dua kali bagi saya. Namun dengan memasangnya di stang (tepatnya di port spion) dengan holder yang saya beli (kan untuk baha; namun akhirnya saya sendiri yang pake) adalah pengalaman yang pertama. Seperti tidak ada rasya khawatir dalam diri saya untuk pergi ke mana pun.

Berangkat dari Sidareja sekitar pukul 13:00 WIB, sampai di SMK Wicaksana sekitar pukul 15:30 Waktu setempat. Kemudian malamnya saya menginap di kamar khusus tamu di ponpes Al-Hikmah 2. Kamar ini biasanya untuk menginap tamu, wali santri yang menjenguk anaknya. Tempatnya cukup representatif, ada bantal, ada tikar dan kamar mandi di dalam.

Merasakan suasana #pondokpesantren di sini. Pikiran kembali ke tahun 2005-2006 saat masih nyantri......

A post shared by Samsul Ma'arif (@samsul.web.id) on

Hanya satu yang membut saya tak berkutik di sini, yaitu colokan listrik yang tersedia tidak berfungsi. Walhasil, saya hanya dapat membuka laptop beberapa menit saja. Setelah itu, laptop istirahat sampai esok hari.

Oiya, ada hal menarik di sini yang dapat dibaca di caption postingan IG saya :

Singkat cerita, hari berikutnya saya mengikuti workshop tersebut. Acara dimulai pukul 08:35, dibuka oleh ketua panitia, lalu sambutan oleh kepala SMK Wicaksana (::) dan berikut video sambutan dari pak Onno :

Menurut pak Onno, Indonesia telah menjadi contoh bagi negara-negara di dunia tentang bagaimana membuat internet murah. Oleh karena itu, beliau ingin membagi ilmunya kepada MGMP-MGMP (para guru) supaya para guru ini dapat mengajarkan kepada muridnya tentang bagaimana membangun internet murah.

Pada sesi pertama, materi disampaikan oleh pak Dadang Setiawan, CEO Raihan Teknologi. Tentang membangun sentra telepon sendiri. Saya berkesempatan menjadi asisten beliau untuk membuat server VOIP dengan kamailio karena laptop saya yang digunakan untuk praktek. Agak sedikit kikuk sih, apalagi “sepanggung” dengan pak Onno W. Purbo tapi Alhamdulillah semua berjalan lancar.

Sesi berikutnya adalah sesinya pak Onno. Pada sesi tersebut, peserta telah menyalin berkas berupa software Radio Mobile Wireless. Software tersebut akan digunakan untuk menentukan posisi antena beserta konfigurasinya. Peserta diajarkan bagaimana mengonfigurasi antena dan memastikan antara titik poin yang satu dengan lainnya dapat terhubung.

Sesi pak Onno berlangsung hingga sore hari. Meski sempat terhenti karena listrik padam. Untungnya di SMK Wicaksana telah tersedia listrik cadangan berupa genset.

“Internet Wireless pakai WiFi, rekornya di republik ini adalah 227 Km, di papua,” ungkap Onno W. Purbo.

Saya sendiri, ini merupakan kali ke-3 saya bertemu dengan pak Onno. Sebelumnya, saya pernah ikut Festival Desa TIK tahun 2014 di Majalengka. Pak Onno mengajarkan bagaimana rakyat desa dapat menyambungkan internet dengan biaya yang murah. Sore dan malamnya saya juga mengikuti kelas beliau tentang bagaimana membuat jaringan MESH.

Yang ke-2, saya kembali bertemu pak Onno di Beltim (Belitung Timur) saat mengikuti Festival Desa TIK tahun 2015. Saat itu, bupati Beltim adalah adik Ahok, yaitu Basuri Tjahaja Purnama. Belakangan saya dengar beliau tak terpilih kembali setelah menyalonkan diri untuk periode ke-2. Nah, di Beltim pak Onno mengajarkan bagaimana menyambungkan internet antar-pulau.

Suasana workshop saat istirahat
Suasana workshop saat istirahat

Menurut saya, pengalaman belajar secara langsung dengan pak Onno adalah pengalaman yang luar biasa. Bagaimana tidak, beliau adalah orang yang hebat. Salah satu kontribusi besar beliau yang dirasakan manfaatnya oleh jutaan orang Indonesia adalah dibebaskannya frekuensi 2,4 Ghz.

Pak Onno juga menceritakan tentang OpenBTS satu-satunya yang “running” di papua. Dioperasikan oleh seorang guru SD, dan mendapat penghasilan sekitar 40 juta. OpenBTS adalah teknologi seluler terbuka dengan menggunakan software OpenSource. Dari hal tersebut juga, pendiri facebook kemudian meniru dan menginisiasi Open Cellular.

“Kita sering tidak sadar bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa paling besar di dunia yang telah mengembangkan Internet wireless secara massal. Bangsa lain, terutama negara berkembang di Afrika & Asia banyak belajar ke bangsa Indonesia.” – Onno W. Purbo

Ada sesi sharing beberapa saat, saya mendengarkan banyak cerita dari pak Onno. Termasuk cerita tentang salah seorang mahasiswanya yang pernah makan temannya sendiri. Dan cerita-cerita lain, pengalaman beliau mengajar anak-anak papua. Ah, terlalu banyak yang beliau ceritakan hingga saya tak mampu untuk menulisnya semua.
Berdasarkan jadwal, workshop akan berakhir saat maghrib. Namun ternyata selesai lebih cepat, yaitu sekitar pukul 15:00. Tadinya, saya hendak menginap semalam lagi di sana. Sempat bingung juga, apakah mau langsung pulang atau menginap lagi. Mengingat cuaca hujan, dan kalau malam pasti gelap. 😁😀😂

Pada akhirnya, setelah sholat Ashar (yaitu pukul 16:06) saya putuskan untuk pulang. Naik motor, memakai mantel dan memanfaatkan GPS untuk pulang. Alhamdulillah, sempat nyasar saat masih di Brebes dan ponsel sempat ngedrop juga. Kabar baiknya, saya membawa Power Bank berkapasitas 20000 MAh.

Yang saya pahami, GPS navigator hanya memperhitungkan jarak dan jalan yang mungkin dilalui. Namun tidak memperhitungkan kondisi jalan yang ada. Walhasil, nyasar sampe 2 kali. Tiga puluh menit sampe saya kembali ke jalan //yang benar//. Sampai di basecamp Sidareja sekitar pukul 19:00. Ternyata di basecamp ada mbah Fauzan, teman saya. Nah, karena perjalanan selama 3 jam cukup mengocok perut, perutku pun mules, dan karena saya pun yakin mbah Fauzan juga belum makan kuajak beliau untuk makan di dekat stasiun yang harganya cukup miring.

Sekali lagi, Alhamdulillah.