Cerita ini bermula ketika saya mengikuti diklat IT Ayo Guru Bisa yang diselenggarakan oleh BLC Telkom Klaten. Saya mengikuti gelombang terakhir, yaitu gelombang 8, mulai tanggal 8 hingga 13 Agustus 2016.
Selama mengikuti diklat, saya benar-benar merasakan bahwa di BLC Klaten ini adalah gudangnya ilmu IT. Bagaimana tidak, dari luar ruangan, di setiap ruangan, dari pagi, sampai malam, sampe pagi lagi, yang ada adalah orang-orang yang sedang belajar ilmu IT. Dari anak-anak prakerin, orang-orang magang, bahkan siapapun yang di sana seperti orang yang haus ilmu.
Pulang dari sana, saya sampaikan pada teman-teman guru TKJ, bahkan pada kepala sekolah, bahwa saya ingin ada siswa SMKTIKA yang dikirim ke sana. Beberapa teman menyambut baik niat saya, lainnya tidak paham. Sampai pada akhirnya, rencana ini disetujui oleh KaJur (Kepala Jurusan) dan Kepala Sekolah.
Hal ini pun saya sampaikan pada anak-anak yang akan mengikuti Praktek Kerja Industri (Prakerin), yaitu kelas XI TKJ. Mereka nampak cukup antusias. Saya sampaikan bahwa saya hanya akan mengirim siswa yang benar-benar punya niat untuk belajar, tidak peduli dia bodoh sekalipun. Karena demikian pula yang diminta oleh pihak BLC Telkom Klaten.
“Carikan Saya Anak Yang Paling Bodoh Untuk Saya Didik Menjadi Tenaga IT Yang Handal” http://tiaratnawulansari.blogspot.co.id/2015/09/carikan-saya-anak-yang-paling-bodoh.html
Mendekati waktu prakerin, sekitar 3-2 bulan sebelumnya akhirnya ada 7 orang anak yang minat untuk mengikuti prakerin di BLC Telkom Klaten. Karena batasan maksimum untuk prakerin di sana per jurusan hanya 4 orang anak, maka kami akhirnya melakukan seleksi. Empat orang anak yang terpilih, antara lain Afrizal Chanief Ashari, Ahmad Sadili, Ficky Friso Edowardo, dan Ulun Nuha Khotami.
Mendekati waktu prakerin, tantangan pun mulai terlihat. Dari para siswa yang ternyata belum memiliki laptop. Ada yang punya laptop, tapi sedang rusak. Hingga sekolah yang belum dapat membelikan perangkat yang diperlukan, berupa PC server dan lainnya.
Memang untuk hal ini (siswa yang belum memiliki laptop), dari awal tidak menjadi pertimbangan saya. Dan apakah (orang tua) siswa termasuk mampu atau tidak. Karena pada dasarnya saya tidak ingin menghalangi siapa pun untuk belajar. Maunya saya, siswa yang tidak memiliki laptop dipinjami sekolah. Namun ternyata, saat mereka hendak berangkat laptop sekolah yang ada di lab tidak ada di tempat. Ada yang bilang kalau laptop tersebut (sebanyak itu) dipinjam oleh pihak luar atas izin kepala sekolah.
Pada akhirnya, sekolah pun membelikan PC server khusus untuk siswa prakerin ke BLC Telkom Klaten. Sebenarnya sekolah telah memiliki beberapa komputer di lab. Namun komputer tersebut belum memenuhi spesifikasi standar yang diminta untuk dipakai. Sabtu, 24 Desember 2016, Pak Toni memberi kabar bahwa beliau telah diminta oleh kepala sekolah untuk membeli PC seharga 3 juta-an. Agak sedikit lega, meski sebelumnya sudah dipersiapkan PC seadanya yang dimiliki sekolah dengan spesifikasi seadanya pula.
Dari empat orang anak yang akan ke Klaten, satu di antaranya belum memiliki laptop, dua lagi laptopnya bermasalah. Jadi, hanya satu anak yang memiliki laptop yang normal, itu pun dia beli beberapa hari sebelum pemberangkatan. Dua anak yang laptopnya bermasalah saya minta untuk tetap dibawa, dengan harapan dapat diperbaiki saat berada di sana.
Sedangkan satu anak yang sama sekali belum memiliki laptop akhirnya dipinjami oleh pak Rudi. Beliau punya satu buah laptop di rumah yang “nganggur.” Meski laptop tersebut baterainya sudah tidak normal, dan harus menggunakan adaptor ketika sedang digunakan. Namun setidaknya itu dapat dipergunakan oleh anak untuk belajar.
Terkait dengan armada mobil yang digunakan, awalknya kami berencana naik kereta. Namun seminggu sebelumnya saat kami memeriksanya, tiket sudah ludes. Tentu saja, karena bertepatan dengan liburan semester, natal, dan tahun baru. Tiket kereta api telah habis bahkan sebulan sebelum liburan.
Pak Rudi mencoba menghubungi temannya yang memiliki mobil yang bisa dicarter. Namun ternyata harganya, bagi kami masih terlalu mahal, Rp 1,2 juta dibagi 7 orang (4 orang siswa prakerin, ditambah saya dan pak Rudi serta seorang alumni, Eri Febrianto) masing-masing kejatah Rp 171 ribu, atau Rp 200 ribu termasuk makan. Saya sendiri sebenarnya berharap ada fasilitas armada dari pihak sekolah. Namun akhirnya kami harus mencari sendiri armadanya.
Baru beberapa hari sebelum kami berangkat, ternyata salah satu siswa, Ficky Friso Edowardo, ayahnya adalah seorang sopir travel. Hmmm… kenapa dia gak bilang dari awal kalau ayahnya sopir travel yah. Meski pak Rudi dan temannya sudah deal, dengan harga diturunkan menjadi Rp 1,1 juta. Negosiasi dengan ayah Ficky pun berlangsung melalui anaknya, akhirnya deal di angka Rp 900 ribu.
Kami pun berangkat pada hari Sabtu, 24 Desember 2016 pukul 22:00 WIB dari sekolah. Kami harus ke rumah pak Rudi dulu untuk mengambil laptop yang akan digunakan siswa, baru kami berangkat menuju Klaten. Di tengah perjalanan, kami sempat singgah beberapa kali. Suasana, dan suhu di dalam mobil yang kurang sehat membuat salah satu di antara kami mabuk perjalanan.
Dari awal perjalanan Ficky sudah terlihat diam dan membungkuk. Ayahnya pun menghentikan mobilnya sejenak. Ficky lalu diminta untuk duduk di barisan paling depan. Saya sendiri sempat nyaris mabuk. Di salah satu SPBU saya meminta pak sopir untuk istirahat sejenak. Ada hajat yang harus saya keluarkan di sana. 😑
Singkat cerita, kami sampai di BLC Telkom Klaten pada pukul 04:35 waktu setempat. Meskipun sempat “nyasar,” karena saya sendiri tidak hapal tempatnya dan anehnya, sinyal GPS hilang. Kami pun sempat harus putar balik.
Tentu saja tempatnya terlihat cukup sepi. Saya sendiri meskipun sudah pernah belajar di sana selama seminggu, tidak berani untuk membangunkan siapa pun. Kami hanya memarkirkan mobil di area parkir, lalu pergi ke mushola terdekat untuk melaksanakan sholat subuh.
Tanpa kami duga, ternyata musholanya terkunci. Akhirnya kami tetap melaksanakan subuhan di teras mushola yang cukup sempit itu secara bergantian. Kembali ke BLC, kami beristirahat sambil menunggu datangnya siang. Siang kok ditunggu.. 👮
Sampai pada akhirnya, kami masuk ke dalam melalui pintu samping dan dipersilakan oleh seorang cewek yang lupa saya tanya namanya. Dia juga membuatkan kami teh hangat, menemani kami menunggu. “Mbah Suro masih istirahat ya mbak?” tanyaku. “Oh, mau ketemu mbah?” sembari dia mencoba masuk dan mencari seorang pria yang memiliki nama asli Suwandono tersebut.
Tak berapa lama mbak berjilbab coklat itu pun kembali dan mengabarkan kami kalau mbah masih istirahat. “Ya sudah gak papa mbak, biar kami tunggu saja di sini,” sahutku.
Karena cukup lama menunggu, pak Rudi dan anak-anak pun memutuskan untuk mencari kos-kosan terlebih dahulu. Saya sendiri tiduran karena kantuk yang tak tertahankan, dan Eri menunggu di ruang belakang, tempat kami dipersilakan oleh mbak-mbak yang cantik tadi.
Tak kurang dari enam ruang yang terlihat dari pandangan mata saya ada di sana. Ruang depan, terdapat proyektor dan layarnya terlihat menggantung. Di lantai beberapa kabel LAN, Listrik beserta stop kontaknya terlihat berserakan. Tepat seperti ruangan belajar sekaligus ruang simulasi LKS TKJ. Ruang berikutnya dana beberapa ruang lainnya nampak seperti ruang biasa.
Ada satu ruang sebagai gudang, dan ruang lainnya sebagai kamar tidur. Sedangkan ruang yang kami tempati saat itu adalah ruang paling belakang sebagai ruang komputer. Belasan komputer berjajar rapih di pinggiran ruang dalam kondisi menyala. Satu komputer sempat saya gunakan untuk browsing dan //fesbukan//, dan ngonfig email untuk penasiswa.
Menunggu pak Rudi dan anak-anak mencari kos, saya pun tertidur di lantai. Sedangkan Eri bermain komputer yang telah terinstall sistem operasi Linux Mint tersebut. Entah berapa lama saya tertidur setengah sadar di lantai itu. Hingga para pencari kos telah kembali, dan saya pun mendengar suara mbah Suro samar-samar. Saya lalu terbangun, segera salaman dengan beliau.
Kalau tak salah terka, sekitar pukul 10:00 waktu setempat, momen yang dinanti pun tiba. Duduk bersama mbah Suro Dhemit, kemudian mengutarakan maksud dan tujuan kami.
Mula-mula saya memperkenalkan pak Moh. Nasirudin, kepala Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan dari SMK Tarbiyatul Islam Kawunganten, Cilacap kepada mbah Suro. Lalu pak Rudi menyampaikan beberapa hal yang intinya hendak menitipkan anak didik kami di BLC Telkom Klaten selama 3 bulan untuk mengikuti Prakerin.
Mbah Suro kemudian menanyai satu per satu siswa tentang cita-cita mereka, hobby, motivasi, dan aktifitas keseharian mereka di rumah. Hal ini tentu untuk mengetahui potensi dan karakteristik masing-masing siswa. Mbah Suro juga menyampaikan beberapa hal terkait sistem kerja di BLC Telkom Klaten, antara lain bahwa di BLC tidak ada absensi, tidak ada penilaian, jam kerja sebanyak 8 jam per hari, hari Minggu libur.
“Di sini masuknya jam 8, lebih sedikit, siswa akan disuruh presentasi di depan teman-temannya. Coba saja besok kalo tidak percaya, kamu berangkat jam 8:15,” begitu kira-kira yang diungkapkan founder AYO BELAJAR LINUX ini.
Hari pun semakin siang, tak sedikit petuah-petuah yang mbah Suro sampaikan kepada para siswa calon peserta Prakerin, juga kepada saya dan pak Rudi. Setelah menyelesaikan administrasi berupa SPPD dan menyerahkan biodata siswa, kami pun berpamitan.
Mbah Suro meminta saya untuk tidak pulang dulu, untuk sesekali ngoprek bareng mas Aji Kamaludin. Tentu sebuah kehormatan bagi saya untuk ngoprek bareng mas Aji. Namun saya harus pulang dulu karena tidak adanya persiapan bekal dll., di samping saya sendiri agak menyesal karena tidak membawa laptop.
Nah, dalam hal ini saya dan Eri berencana akan ke sana untuk belajar selama seminggu. Waktunya masih belum ditentukan, kita akan cari momen (bukan menunggu) yang tepat. Semoga ada rezeki dan kesehatan untuk mewujudkannya. Amiiin…. ya Alloh… 👳
Setelah mengantar anak-anak ke kos mereka beserta barang bawaan mereka, termasuk PC server dan perlengakapan lain, kami melaksanakan sholat dhuhur di masjid terdekat. Kami ber-empat meninggalkan Klaten sekitar pukul 12:37 Waktu Klaten. Perjalanan yang cukup melelahkan, namun menyenangkan.
Panjang juga catatannya, kan? Bagaimana? nyesel gak bacanya?